Enter your keyword

Rekacipta ITB, Kesiapan Menghadapi Tsunami Berbasiskan Sains dan Seni

Rekacipta ITB, Kesiapan Menghadapi Tsunami Berbasiskan Sains dan Seni

Pengantar:
Dengan pemikiran dan inovasi, ITB tidak hanya telah mendunia, tetapi juga kuat berakar mengabdikan diri pada Nusantara. Berikut kerja sama LPPM ITB dan Media Indonesia, sejak 20 April 2021, menghadirkan tulisan inovasi, riset, hingga pelatihan yang telah dijalankan sivitas akademika ITB di berbagai pelosok Tanah Air.

 

INDONESIA merupakan wilayah yang sangat berpotensi mengalami bencana gempa dan tsunami. Kajian ilmiah dari tim Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dipublikasikan di Scientific Reports pada 2020 menyatakan bahwa pesisir pantai selatan Kabupaten Lebak, Banten, merupakan salah satu zona berisiko tinggi bencana gempa dan tsunami. Dari hasil pemodelan yang dilakukan menggunakan data global positioning system di Pulau Jawa, potensi gempa megathrust dapat mencapai magnitudo 8,9 yang berpotensi memicu tsunami di sepanjang pesisir selatan Jawa. Estimasi tinggi tsunami bahkan mencapai 20 meter.

Hasil kajian ini meresahkan masyarakat, khususnya di wilayah pesisir selatan Kabupaten Lebak, Banten. Salah satu komunitas masyarakat yang peduli dengan kondisi bencana gempa dan tsunami yang dapat berdampak di wilayahnya ialah Gugus Mitigasi Lebak Selatan (GMLS). Abah Lala, ketua komunitas GMLS, menyadari bahwa masyarakat di pesisir selatan Lebak saat ini tidak memiliki kapasitas yang baik untuk bertindak, bahkan sebelum bencana gempa dan tsunami megathrust tersebut benar-benar datang. Mereka memerlukan dukungan, bimbingan, dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas dalam upaya pengurangan risiko bencana (PRB) gempa dan tsunami serta membangun resiliensi di Kabupaten Lebak, Banten.

 

Pada 7 Februari 2021, terjalin komunikasi awal antara GMLS dan Kelompok Keahlian Geofisika Global (KKGG) Institut Teknologi Bandung (ITB), BRIN (saat itu masih LIPI), serta U-INSPIRE untuk upaya penguatan kapasitas masyarakat di pesisir selatan Lebak. Selanjutnya, dengan didukung oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), BRIN, dan U-INSPIRE Indonesia, Tim ITB melaksanakan Program Pengabdian kepada Masyarakat untuk pembuatan peta area permukiman di Cimangpang dan Sukarena/Cikumpay, pemodelan inundasi tsunami, pemetaan eksposure dengan unmanned aerial vehicle (UAV), pembuatan desain papan informasi publik mengenai tsunami yang disusun secara partisipatif, survei kondisi existing sumber daya desa, dan digitalisasi peta rute evakuasi kampung menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Google Map.

 

Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada 2022 ini, ITB melalui kerangka Program Pengabdian Masyarakat, bekerja sama dengan GMLS, BRIN, BMKG, U-INSPIRE Indonesia, Kodam III/ Siliwangi, Korem 064/Maulana Yusuf, PMI, RAPI, dan Dompet Dhuafa, membangun kesiapan masyarakat pesisir selatan Lebak dalam menghadapi tsunami. Selain itu, peningkatan kapasitas masyarakat yang mengacu pada indikator Desa Tangguh Bencana, UNESCO-IOC Tsunami Ready, dan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) melalui kegiatan penyiapan materi pendidikan kesiapsiagaan gempa tsunami untuk SMA. Adapun kegiatan lainnya berupa workshop mitigasi gempa dan tsunami, perencanaan dan pelatihan tanggap bencana gempa dan tsunami di sekolah, serta memfasilitasi penyusunan standard operating procedure (SOP) sekolah, penyiapan tempat evakuasi sementara dan akhir, pembentukan tim gugus mitigasi sekolah, pelatihan tanggap darurat tsunami, dan kemampuan menerima dan menyampaikan peringatan dini.

 

Fokus utama kegiatan ialah membangun kapasitas GMLS serta kapasitas sekolah dengan pilot project di SMA Negeri 1 Panggarangan. Sekolah itu dipilih karena merupakan salah satu sekolah di pesisir selatan Lebak yang lokasinya hanya berjarak 300 meter dari tepi laut. Selain sekolah tersebut, terdapat 28 sekolah lain yang berada pada zona merah rendaman tsunami di sepanjang pesisir selatan Lebak. Tidak ada penghalang atau barisan vegetasi yang bisa meredam laju ombak dari laut menuju sekolah. Kondisi tersebut tentunya menjadi hal yang perlu diantisipasi oleh pihak sekolah, apa yang harus mereka siapkan dan lakukan mulai dari saat ini. Tak ada seorang pun yang mengetahui waktu terjadinya sebuah bencana. Meski demikian, kita bisa memilih untuk memiliki kesiapan kapan pun bencana itu terjadi.

 

Kegiatan pendampingan penguatan kapasitas masyarakat untuk pengurangan risiko bencana ini dilakukan selama 9 hari, dimulai pada 28 Juni 2022 hingga 6 Juli 2022. Tim Program Pengabdian Masyarakat ITB dibantu oleh peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) BRIN, Dr Rahma Hanifa, juga dari U-INSPIRE Indonesia, yaitu Aan Anugrah, Tinitis Rinowati, Wina Natalia, dan Tri Nugroho. Tim ini menyusun serangkaian kegiatan yang diawali dengan membangun pemahaman hingga mengekspresikan pemahaman tersebut dalam bentuk materi edukasi berbasis sains, seni, dan kearifan lokal. Rangkaian upaya peningkatan kapasitas ini dimulai dengan mengenalkan warga sekolah terkait proses alam terjadinya gempa dan tsunami.

 

Pengenalan proses alam dilakukan untuk membangun pemahaman dasar mitra lokal sekaligus penerima manfaat utama kegiatan, yakni GMLS dan tim gugus mitigasi sekolah. Selanjutnya ada kegiatan pelatihan evakuasi gempa dan tsunami, pengembangan SOP kedaruratan gempa tsunami, susur rencana jalur evakuasi, simulasi evakuasi dan tanggap darurat tsunami, pengujian penerimaan dan diseminasi informasi peringatan dini tsunami, serta pengembangan materi edukasi partisipatif dengan siswa dan guru SMA berbasis sains, seni, dan kearifan lokal.

 

 

Tradisi lisan

Pengenalan sekaligus praktik asesmen infrastruktur sekolah dilakukan dalam konsep Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan pendampingan penguatan kapasitas gugus mitigasi bencana sekolah. Selain itu, ada satu materi yang diisi oleh perwakilan masyarakat Lebak melalui GMLS, tentang tradisi lisan yang ditemukan di beberapa titik wilayah Lebak selatan. Tradisi lisan ini memuat istilah caah laut, yang secara harfiah memiliki arti banjir laut. Istilah ini kemudian ditafsirkan lebih luas menjadi suatu fenomena datangnya air laut ke daratan pada masa lalu. Masyarakat di pesisir selatan Kabupaten Lebak kemudian meyakini bahwa caah laut dan tsunami memiliki konteks serupa.

 

Pengalaman dan pembelajaran yang diterima warga sekolah saat terlibat dalam kegiatan simulasi ini diharapkan dapat melanggengkan ingatan terkait risiko gempa dan tsunami di wilayah mereka. Persepsi dan pemahaman dari kegiatan ini kemudian diperkuat melalui saluran ekspresi seni yang pembuatannya dipandu oleh dosen dan mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Selain sebagai monumen memori yang dapat dengan mudah dirasakan secara fisik, juga ada format lain yang secara khusus ditujukan sebagai materi edukasi yang dapat direplikasi. Materi yang disusun secara partisipatif ini ditujukan untuk mendukung upaya keberlanjutan ikhtiar dalam bidang PRB berbasis sekolah.

 

Ada tiga bentuk akhir dari materi edukasi yang diperkaya dengan seni. Karya pertama berupa buku Edukasi Siaga Caah Laut, yang berisi fenomena alam terkait bencana tsunami, cerita kearifan lokal, dan pengalaman para siswa setelah mengikuti simulasi evakuasi tsunami dan pengungsian. Karya kedua ialah sebuah pergelaran tari yang diiringi oleh kidung berbahasa Sunda yang ditulis, dinyanyikan, dan dipertunjukkan oleh para siswa. Yang terakhir ialah karya instalasi berjudul Mitigarium, yang terbuat dari benda-benda yang dapat ditemukan di sekolah dan disusun sedemikian rupa untuk mengekspresikan kejadian bencana tsunami, evakuasi, dan suasana di pengungsian, dan disimpan dalam sebuah lemari kaca.

 

Dengan dilaksanakannya Program Pengabdian Masyarakat ITB ini, penguatan mitra lokal GMLS dan tim gugus mitigasi sekolah akan menjadi benih resiliensi yang baik di Lebak selatan. Tindak lanjutnya, merekalah yang harapannya dapat terus menyebarkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk melakukan upaya-upaya mitigasi gempa dan tsunami berbasis masyarakat secara mandiri. Dengan demikian, wilayah ini yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari BMKG sebagai komunitas Tsunami Ready di awal 2022, dapat juga memperoleh pengakuan dari UNESCO-IOC. Lebih jauh dari itu, upaya yang membuahkan predikat komunitas Tsunami Ready ini juga berkontribusi pada agenda Global PRB dan UN Decade for Ocean yang memiliki target 100% wilayah pesisir tangguh tsunami pada 2030. Yang lebih penting lagi, semoga kapasitas ini dapat menyelamatkan lebih banyak jiwa sekiranya gempa dan tsunami terjadi di masa yang akan datang, dengan inovasi berbasis sains, seni, dan kearifan lokal. (M-4)

 

 

Penulis:

Dr. Ir. Endra Gunawan ST, MSc.

Kelompok Keahlian Geofi sika Global

Institut Teknologi Bandung

Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/513182/kesiapan-menghadapi-tsunami-berbasiskan-sains-dan-seni

X