Enter your keyword

Inagurasi Dekan FTTM sebagai anggota AIPI

Inagurasi Dekan FTTM sebagai anggota AIPI

Prof. Sri Widiyantoro, M.Sc., Ph.D., Dekan FTTM ITB menyampaikan pidato ilmiahmya dalam rangka Inagurasi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) berdasarkan usulan AIPI kepada Presiden RI dengan keluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia No 31/M , 5 Maret 2012 yang diselengarakan pada hari Senin 5 November 2012 di Gedung Widya Graha (LIPI), Jl. Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta dengan judul ” Tomografi Gempa Bumi dan Mitigasi Bencana”.

Indonesia merupakan Negara yang menjadi laboratorium alam yang kaya akan keanekaragaman hayati dan menjadi Negara yang berada di jajaran teratas yang mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat lengkap. Tak heran jika saat ini Indonesia menjadi primadona bagi peneliti nasional maupun internasional di bidang riset. Tetapi sangat ironis, Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati itu harus dihadapkan pada berbagai masalah bencana alam yang tidak berkesudahan, seperti gempa bumi dan trunami. Tentu saja hal itu menjadi salah satu faktor penyebab berubahnya ekosistem alam Indonesia”, ujar Sri Widiyantoro di kuliah Inagurasinya.

Kuliah Inagurasi dua anggota baru AIPI, Sri Widiyantoro dan Jatna Supriatna diselenggarakan tanggal 5 November 2012 di Gedung Widya Graha, LIPI, Jakarta, dan dibuka serta dipimpin oleh ketua AIPI Sangkot Marzuki. “Mereka telah menunjukkan reputasinya baik nasional maupun di kancah internasional dalam ilmu yang masing-masing mereka geluti”, ujar Sangkot tentang keduanya.

Diawali oleh Mien Rifai sebagai Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar membacakan biodata dan kiprah anggota baru pertama Sri Widiyantoro, dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, dan Presiden Indonesian Association of Geophysiscs 2012-2014. Sri Widiyantoro menggeluti bidang seismologi, suatu ilmu yang sangat penting terutama bagi Indonesia yang rawan gempa. Keahlian khusus yang membawa beliau ke puncak ilmu yang diakui internasional yaitu tomografi seismik.

Sri memaparkan kondisi seismitas di Indonesia, dimana Indonesia terletak posisi “ring of fire” Pacific yang mengalami tumbukan dari lempeng samudera Hindia dari Selatan, dan bagian Indonesia Timur mengalami dorongan ke barat dari lempeng Australia. Sejak tahun 1964-2005 telah tercatat 30399 gempa, rata-rata 400-600an gempa per tahun, namun sejak tahun 2000 frekuensinya meningkat menjadi lebih dari 1000 gempa per tahun. Peta pelepasan energi gempa juga ditunjukkan, dimana potensi pelepasan energi seismik ke depan masih besar. Ditambah lagi dengan adanya 127 gunung api aktif. Namun ini merupakan “blessing in disguise”, mengingat disamping banyak gempa, tsunami dan gunung api, Indonesia juga kaya sumber daya alam berupa minyak bumi, sumber energi soil, dan sumber mineral lainnya”,papar Sri yang akrab dipanggil Ilik.

Teknik Tomografi Seismik, sebenarnya ada kemiripan dengan teknik radiology yang telah dikenal di dunia kedokteran. Tomo berarti slice atau irisan. Sumber gempa memancarkan gelombang seismik ke segala arah, yang didektesi oleh beberapa stasion detektor. Dari waktu tiba gelombang yang diterima detektor dapat diketahui kecepatan rambat, yang menunjukkan apakah terdapat wilayah “velocity anomali”. Dengan teknik ini diketahui bahwa subduksi lempeng bisa menghunjam ke bawah perut bumi hingga mencapai “core mantle boundary” yang kedalamannya mencapai 3000 km. Selama ini dari Plate Model diyakini bahwa subduksi berhenti di upper mantle. Namun sekarang diusulkan Plume Model dimana gambaran lebih komprehensif tetntang struktur bumi”, lanjutnya.

Hasil tomografi global kondisi bawah bumi dalam tiga dimensi memungkinkan untuk diketahui. Penelitiannya juga menemukan jawaban mengapa Sumatera bagian tengah sering dilanda gempa. “karena lapisan batuannya muda sehingga penunjaman lempeng disana dangkal”. Ungkap Sri.

Menurut Sri, saat ini yang paling menarik adalah kondisi deskripsi fisik dari daerah Sidoardjo yang cukup menghebohkan sudah dapat diperkirakan adanya materi mantel bumi yang panas, berkecepatan rendah yang naik tepat dibawah Sidoardjo. Jadi rupanya mantel bumi tidaklah homogen, sehingga ilmu ini sangat penting bagi para penambang yang sedang mencari atau menggali sesuatu di bumi.

Dalam hal mitigasi bencana, Sri mengusulkan fokus riset : (1) identifikasi daerah rawan gempa, (2) building codes, construction regulation, (3) prosedur evakuasi, dan (4) komunikasi masa dalam bentuk sosialisasi dan simulasi bencana, yang berkelanjutan. Dalam hal pencegahan, riset hendaknya melibatkan prosedur panjang dan interdisiplin ilmu. Selain seismologi, diperlukan disiplin ilmu lain seperti elektronika/ instrumentasi dengan pita frekuensi yang lebar sehingga mampu mendeteksi gelombang gempa infrasonik yang dapat memberikan informasi awal sebelum gempa terjadi”, usulnya dipenghujung pidato Ilik.
[admin; www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12303/print]

X